Beranda

Bookmarks

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

Labels

RSS

Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam di Indonesia Masa akhir Penjajahan Belanda (1937-1942)


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
          Tidak dapat dipungkiri, bahwa kehadiran penjajah Belanda di Indonesia dan melakukan invasi selama 350 tahun telah membawa dampak yang negatif terhadap perkembangan bangsa Indonesia, penjajah bukannya membawa perubahan  tetapi telah merusak tatanan kehidupan bangsa Indonesia baik secara politik, ekonomi, sosial budaya  maupun pendidikan.
Dalam bidang pendidikan misalnya, Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut sistem persekolahan yang berkembang di dunia Barat, sedikit banyak mempengaruhi  sistem pendidikan di Indonesia, yaitu pesantren. Padahal diketahui bahwa pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan formal di Indonesia sebelum adanya kolonial Belanda, justru sangat berbeda dalam sistem dan pengelolaannya dengan sekolah yang diperkenalkan oleh Belanda.[1]
Hal ini dapat dilihat dari terpecahnya dunia pendidikan di Indonesia pada abad  XX menjadi dua golongan, yaitu: Pertama, pendidikan yang diberikan oleh sekolah barat yang sekuler yang tidak mengenal ajaran agama. Kedua, pendidikan yang diberikan oleh pondok pesantren yang hanya mengenal agama saja.[2] Dengan kata lain menurut istilah Wirjosukarto yang dikutip oleh Muhaimin, pada periode tersebut terdapat dua corak pendidikan, yaitu corak lama yang berpusat pondok pesantren dan corak baru dari perguruan sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah Belanda. Pendidikan yang dikelola Belanda khususnya berpusat pada pengetahuan dan keterampilan duniawi yaitu pendidikan umum, sedangkan pada lembaga pendidikan Islam lebih menekankan pada pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi penghayatan agama.[3]
Begitu juga halnya dengan politik, sosial budaya dan ekonomi, dimana bangsa Belanda membuat sebuah sistem yang sama sekali tidak mengutungkan bangsa Indonesia.
Melihat fenomena tersebut, muncul  kesadaran dari para tokoh dan intelektual muslim untuk menyamakan persepsi dalam rangka menghadapi arogansi penjajah Belanda. Hasil pertemuan para tokoh tersebut melahirkan ide untuk membentuk organisisi sebagai wadah untuk “melawan” kebiadaban penjajah. Pada tahun 1937 tepatnya  di Surabaya lahirlah organisasi MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia) yang mana pada saat itu yang dipercaya sebagai ketua adalah  KH. Hasyim Asy’ari.
Asas dan dasar pendirian MIAI anatara lain disebutkan, bahwa majelis ini sebagai tempat permusyawaratan, sebagai badan perwakilan yang terdiri dari wakil dan beberapa perhimpunan yang berdasarkan Islam di seluruh Indonesia, yang telah menyatakan bersedia menjadi anggota MIAI. Majlis ini akan membicarakan dan memutuskan segala persoalan yang menyangkut kemaslahatan umat dan agama Islam. Selanjutnya, majlis ini juga berfungsi sebagai forum silaturahmi umat Islam yang tunggal guna merapatkan hubungan persaudaraan yang di dalamnya tidak ada petikaian, permusuhan dan perselisihan karena tujuan utamanya adalah masalah-masalah besar yang menyankut Agama dan bangsa.[4]   
Namun urgensi dan peran MIAI janganlah diremehkan. Bilamana selama bertahun-tahun Islam Indonesia diwakili oleh tokoh-tokoh yang lantang tetapi semakin tidak berdaya dari Partai Sarekat Islam Indonesia. Organisasi agama terbesar, yang didukung oleh ratusan ribu anggota memegang pucuk pimpinan Islam Indonesia. Dengan demikian, melihat latar belakang munculnya MIAI, tujuan, asas pendirian, dan arah pemikiran yang diperjuangkan, maka jelas organisasi ini muncul lebih disebabkan oleh adanya himpitan dari pemerintah Belanda terhadap agama Islam. Himpitin atau tekanan ini menimbulkan protes sosial bahkan protes keagamaan untuk menunjukkan kekuatan Islam.
Dalam perjalannya, seiring masuknya Jepang 8 Maret 1942 sebagai “tuan” baru bagi rakyat Indonesia, organisasi MIAI dan termasuk organisasi keislaman lainnya dibubarkan sejak 24 September 1942. Segala kegiatan Islam harus takluk dibawah peraturan baru yang diberlakukan oleh Jepang. Untuk sementara MIAI boleh bergerak lagi, karena organisasi yang dibikin oleh Jepang yang akan menggantikan MIAI belum siap. Pada tanggal 24 oktober 1943, MIAI diizinkan untuk mealakukan pertemuan pertemuan umum sebagai sebagai pertanda hari pembubarannya.  
B.  Rumusan Masalah
Untuk mengetahui secara holistik  tentang “SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERADABAN ISLAM DI INDONESIA PADA ABAD XX PADA MASA AKHIR PENJAJAHAN BELANDA (1937-1942), dengan ini penulis mengemukakan beberapa masalah, antara lain :
1.      Bagaimana Eksistensi dan peran  MIAI pada masa akhir penjajahan Belanda 1937-1942 ?
2.      Bagaimana Pergerakan MIAI, cita-cita dan implikasinya  tahun 1937 - 1942 ?
3.      Bagaimana Dinamika Akhir masa penjajahan Belanda serta masa Transisi kekuasaan Jepang sebagai Tuan baru di Indonesia?
  
C.  Metode
Dalam makalah ini, akan menggunakan studi kesejarahan atau metode dokumenter. Maksud dari metode ini adalah mengumpulkan data dari dokumen-dokumen dalam perspektif sejarah dengan mengambil beberapa data pokok yang berkaitan dengan objek yang akan di tulis.[5]
D.  Sistimatika
Untuk memperjelas pemahaman kita tentang makalah ini, penulis mengemukakan sistimatika  pembahasan makalah sebagai berikut :
BAB I. Pendahuluan, dimana akan membahas mengenai Latar Belakang, Rumusan Masalah, Metode Penulisan Makalah, dan Sistimatika Pembahasan.
BAB II. Membahas Eksistensi dan Peran MIAI pada masa akhir penjajahan Belanda tahun 1937-1942, yang terdiri dari: Menyoal tentang terbentuknya organisasi MIAI dan eksisstensinya, Peran MIAI di Indonesia,
BAB III. Membahas tentang Pergerakan MIAI, Cita-Cita dan Implikasinya pada tahun 1937-1942, yang terdiri dari: Gerakan massif Umat Islam Indonesia, Cita-cita MIAI, Efek gerakan MIAI
BAB IV. Dinamika masa akhir penjajahan Belanda dan masuknya Jepang sebagai Tuan baru serta respon Umat Islam atas pendudukan Jepang, yang terdiri dari: Dinamika akhir masa penjajahan Belanda, Respon umat Islam terhadap Jepang.
BAB V. Kesimpulan dan Penutup

BAB II
EKSISTENSI DAN PERAN MIAI  PADA MASA AKHIR PENJAJAHAN BELANDA ( 1937-1942)

A.      Menyoal tentang terbentuknya organisasi MIAI dan  Eksistensinya
Perjalanan sejarah Indonesia yang pahit selama ratusan tahun lamanya di bawah penjajahan Belanda, telah menumbuhkan jiwa patriotis sekaligus nasionalisme yang kuat bagi  rakyat Indonesia. Tidak sedikit para ulama dan intelektual  muslim yang ikut ambil bagian dalam memperjuangkan  bangsa ini bisa terbebas dari belenggu kafir Belanda, sekalipun itu hanya dengan ide dan pemikiran.
Sebagai bentuk perlawanan itu, para intelektual muslim membentuk sebuah organisasi  yang bernama MIAI (majlis Islam A’laa Indonesia). Dari data-data yang ditemukan dapat di deskripsikan berbagai hal mengenai MIAI. Organisasi ini lahir pada masa akhir penjajahan Belanda, dan berbentuk federasi. Perubahan-perubahan drastis di bidang sosial, politik dan agama yang muncul di Indonesia dalam tempo singkat selama seperempat abad menyebabkan tugas-tugas administrasi kolonial Belanda menjadi lebih kompleks dan masa-masa sebelumnya.hal ini disebabkan pada tahun-tahun terakhir penjajahan Belanda, menunjukkan sikap dan perlakukan Belanda terhadap umat Islam yang dinilai malampaui batas, lebih-lebih campur tangannya terhadap masalah Islam yang tidak bisa diterima dan ditolerir. Perlakuan itu di kritik dan di protes dengan keras yang dinyatakan dalam berbagai kesempatan yang dikoordinasikan oleh organisasi-organisasi Islam.[6] Inilah kali pertama selama lebih dari tiga dasawarsa, umat Islam di Indonesia telah menunjukkan “great” atau kekuatan untuk menghentikan intervensi dan politisasi Belanda  terhadap Indonesia dengan menggunakan pendekatan-pendekatan sosio religius. Inilah realitas yang melahirkan semangat berdirinya MIAI.
Menurut Agusallim Sitompul dalam bukunya, bahwa reaksi Islam terhadap peristiwa pada tahun tahun terakhir penjajahan Belanda tidaklah terbatas pada kritik-kritik saja,[7] tetapi lebih dari itu, bahwa usaha-usaha para intelektual muslim ini telah masuk pada ranah politik, pendidikan, budaya untuk memperjuangkan nilai-nilai luhur agama yang telah terkikis oleh kehadiran kafir Belanda di Indonesia.[8]
Dengan demikian, sekali lagi perlawanan terhadap kekuatan-kekuatan luar akhirnya menyempitkan jurang perbedaan antara kaum reformis dan ortodoks sampai ke titik dimana Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama bersama-sama mampu mensponsori diciptakan suatu federasi Islam yang baru, MIAI, Madjlisul Islamil a’laa Indonesia, atau Majelis Agung Islam Indonesia, yang dididrikan di Surabaya pada bulan September 1937.[9]
Tak dapat disangkal MIAI segera diikuti oleh kebanyakan organisasi-organisasi Islam yang lebih kecil, orang Indonesia maupun Arab tidakllah lebih dari federasi yang berorganisasi secara longgar; sukarela dan bukan suatu kesatuan aksi yang disiplin kuat. Dalam kenyataannya perbedaan-perbedaan pendapat kaum ortodoks dan kaum reformis tetap berkelanjutan meskipun ada aliansi baru. Namun, urgensi dan eksistensi MIAI tidak boleh dianggap mudah dan diremehkan, bilamana selama perjalanannya Islam Indonesia diwakili oleh tokoh-tokoh yang lantang tetapi semakin tidak berdaya dari partai Serikat Islam Indonesia, kemudian kedua organisasi itu yang didukung oleh ratusan ribu anggota, memegang puncuk pimpinan Islam Indonesia.[10]   
Sebagai organisasi Islam terbesar saat itu, MIAI memiliki formulasi aturan yang termuat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran rumah Tangga sebagaimana layaknya organisasi lainnya sebagai payung hukum dalam menjalankan visi dan misi organisasi.
Dalam anggaran Dasar MIAI, menjelaskan bahwa MIAI didirikan di Surabaya tanggal 15 Rajab 1356, brtepatan 21 September 1937. Tujuan MIAI tersebut pada pasal 1 Anggaran Dasar adalah:
a.    Menggabungkan segala perhimpunan-perhimpunan Unit Islam Indonesia untuk bekerja bersama-sama.
b.    Berusaha mengadakan perdamaian apabila ada timbul pertikaian diantara golongan umat Islam Indonesia, baik yang telah bergabung dalam MIAI, maupun yang belum.
c.    Merapatkan perhubungan diantara umat Islam di Indonesia dengan umat Islam di luar Indonesia.
d.   Berdaya upaya untuk kemaslahatan agama Islam dan umatnya.[11]
e.    Membangun Kongres Muslimin Indonesia (KMI).
Ciri-ciri yang melekat pada MIAI, yang memiliki wawasan keislaman-keindonesiaan menunjukkan terdapatnya hubungan gagasan dengan organisasi Islam lainnya yang juga memiliki wawasan yang sama. Wawasan keislaman MIAI sangat menonjol, yang terlihat dari berbagai aspek pemikirannya yang dihasilkan kongres-kongres MIAI. Namun demikian, implikasi dari wawasan keislamannya membawa dampak kepada bangsa Indonesia yang sedang berjuang menghadapi penjajah Belanda, guna memperoleh kemerdekaannya. Belanda khawatir dan takut kalau “Islam Politik” bangkit, sehingga merupakan ancaman bagi kelangsungan penjajahan Belanda. Ketakutan yang sama juga dialami oleh Jepang ketika menguasai Indonesia pasca penjahahan Belanda. Penguasa militer menyadari sepenuhnya betapa pentingnya Islam sebagai kekuatan yang tetap diperlukan. Karena melarangnya secara total akan membawa akibat yang dapat mengganggu stabilitas masyarakat.

B.       Peran MIAI di Indonesia
Urgensitas peran MIAI dalam membangun peradaban islam di Indonesia ini nampak jelas dalam setiap kongres yang diadakannya terutama perannya pada 2 tahun penghujuang usianya sebelum dibubarkan oleh pihak jepang. 
1.                Kongres MIAI ke I pada tanggal 26 Februari-1 Maret 1938 di Surabaya
Pada kongres ini membahas masalah sebagai berikut:
a)         Undang-Undang Perkawinan
b)        Hak waris umat Islam,
c)         Raad agama
d)        Permulaan bulan puasa
e)      Perbaikan perjalanan haji
2.                Kongres ke II
Pada kongres ini lebih banyak mengulas masalah yang sudah dibahas pada kongres pertama. Dua hal yang menjadi penekanan dalam kongres ini
a)         Masalah perkawinan
b)        Masalah Artikel yang berisi tentang penghinaan terhadap umat Islam
3.                Pada Kongres ke III pada tanggal 7-8 Juli 1941 di Solo.
Pada kongres ini membahas masalah
a)         Perjalanan haji.
b)        Tempat shalat di Kereta Api
c)         Penerbitan surat kabar MIAI
d)        Fonds MIAI
e)         Zakat fitrah
f)         Raad agama
g)        transfusi darah.
h)        Membentuk persatuan guru-guru islam
i)          Persatuan pemuda dan pelajar islam
j)          Membentuk persatuan pergerakan pemuda Indonesia
k)        Aliansi MIAI dengan GAPI
l)          Soal perubahan tata Negara Indonesia
m)      Dan kemerdekaan palestina sebagai sikap politik luar negeri MIAI [12]

















BAB III
PERGERAKAN MIAI, CITA-CITA DAN IMPLIKASINYA PADA
TAHUN 1937 1942

A.    Gerakan Massif  Umat Islam Indonesia
Umat islam pada jaman penjajahan belanda selalu terkotak-kotak oleh pemahaman yang parsial atas doktrin islam sehingga tidaka ada gerakan kesatuan antar umat islam, yang ada hanya rasa panatisme kelompok yang benadakan islam (su’ubiyah). Serikat Islam (lahir dari SDI (serikat dagang Islam)), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis) Nahdlatul Ulama (NU), Al-Irsyad dll. Selalu terjebak pada pasalah furu’iyah yang menyebabkan perpecahan dan meninggalkan hal-hal pokok umat islam yaitu kemerdekaan dari penjajahan. Selain pertentangan antara golongan umat islam terjadi pula silang pendapat antara golongan yang bernafaskan islam dengan golongan yang bernafaskan nasionalis. Kondisi inilah yang selalu dimanfaatkan oleh pihak penjajah untuk memecah mobilisasi masa dalam menentang penjajahan.
Sejarah berubah dengan berdirinya federasi MIAI (Majelis Islam ala Indonesia) pada tanggal 21 September 1937 di Surabaya atas inisiatif  KH. Mas Mansur dari Muhammadiyah, KH. Muhammad Dahlan dan KH. Wahab Hasbullah dari NU (Nahdlatul Ulama) dan W.Wondoamiseno dari Sarekat Islam (SI)[13].  Para inisiator MIAI menginginkan adanya federasi MIAI umat islam yang sebelumnya tersekat-sekat oleh kelompok (Su’ubiyah) bisa disatukan dalam satu naungan guna merealisasikan kesatuan umat islam yang terbebas dari belenggu penjajahan.
Pembentukan MIAI pada dasarnya adalah sebuah revolusi pemikiran tokoh umat islam indonesia dalam konsep wahdatul umah dan konsep ini secara umum diterima oleh setiap golongan umat muslim. Ini terbukti dengan bertambahnya Anggota MIAI yang pada tahun 1937 yang hanya beranggotakan  tujuh anggota (Syarikat Islam, Muhammadiyah, Al-Islam (solo), Persyerikatan Ulama (majalengka), Al-Irsyad (Surabaya), Hidayatul Islamiyah (Banyuwangi) dan Al-Khoiriyah (Surabaya))  bertambah menjadi dua puluh satu anggota pada tahun 1941[14] (Serikat Islam (SI), Muhammadiyah, Persatuan Islam, Persyerikatan Ulama, Al-Islam, Al-Irsyad (Surabaya), Hidayatul Islamiyah (Banyuwangi), Jong Islamieten Bond, Al-Ittihadul Islamiyah (Sukabumi), PPI, Partai Arab Indonesia, Persatuan Ulama Seluruh Aceh, Musyawarat al-Thalibin, NU, Al-Jamiatul Washliyah, Nurul Islam, dan tujuh anggota luar biasa yaitu  Al-Hidayatul Islamiyah, MUI (toil-toli), Persatuan Muslim Minahasa, Al-Khoiriyah, Persatuan Putra Berneo, Persatuan India Putera Indonesia dan Persatuan Pelajar Indonesi-Malaya Mesir)[15]. Yang perlu ditekankan disini adalah kesadaran akan urgensitas persatuan umat muslim indonesia yang tertuang dalam federasi MIAI ini berujung kepada pemahaman nasionalisme yang meruncing pada peran serta MIAI dalam kancah politik pada  masa transisi jatuhnya pemerintahan hindia belanda ke tangan Jepang.
Lebih jau  Agussalim Sitompul dalam bukunya Usaha-Usaha Mendirikan Negara Islam Dan Pelaksanaan Syari’at Islam di Indonesia mengatakan Bahwa MIAI adalah ejawantah dari protes sosial dan keagamaan umat islam atas himpitan-himpitan yang dilakukan pemerintah hindia- belanda atas rakyat nusantara[16], kesadaran ini terus berlanjut di masa penjajahan jepang . Dari hasil kongres I tahun 1938 sampai Kongres III tahun 1941 MIAI telah banyak memutuskan permasalahan-permasalahan sosial-keagamaan termasuk politik.
Demikian Populernya MIAI sebagai kekuatan umat Islam Indonesia sehingga banyak diperhitungkan dan dianggap membahayakan kelanggengan pendudukan militer Jepang di tanah Nusantara ditambah dengan kondisi Timur Tengah yang dengan jelas memihak pihak Sekutu, sedangkan umat Islam Indonesia dan seluruh gerakannya orientasinya banyak dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di Timur Tengah. Oleh karena itu, Jepang membuat dasar kebijakan dalam membina territorial atau wilayah jajahannya- seperti yang dinyatakan oleh H.J.Benda- Nippon’s Islamic Grass Root Policy yaitu  Kebijakan Politik jepang atas umat islam untuk mengekploitasi tokoh-tokoh muslim dan ulama hingga ke tingkat desa[17]. Puncaknya adalah pelarangan setiap aktifitas yang dilakukan oleh semua organisasi pribumi termasuk MIAI yang ditetapkan oleh pelaturan jepang pada tanggal 8 Maret 1942.
Dengan menyadari umat Islam sebagai basis pergerakan yang paling massif maka, pemerintahan militer Jepang mengeluarkan kebijakan politisnya untuk memanfaatkan kondisi umat Islam agar tumbuh dan bergantung kepada Jepang. Kebijakan atas umat muslim ini tidak lain hanya untuk depolitisasi umat Islam agar senantiasa terpecah. Pada akhir maret 1942 Sebagai upaya control jepang atas umat islam di tanah air dan sekaligus untuk memobilisasi potensi umat Islam agar berpihak kepada jepang maka, dibentuk Shumubu (Kantor Urusan Agama) yang dipimpin oleh Kolonel Horie.
Seiring dengan pergolakan yang terjadi dikalangan umat Islam Shumubu yang dipimpin oleh tentara Jepang, ternyata tidak dapat bekerja sesuai dengan tujuan yang direncanakan karena umat islam sulit untuk menerima pimpinan umat Islam dari orang yang dianggap kafir (di luar islam). Jepang akhirnya tidak mampu mempolitisasi dan memobilisasi umat Islam saat itu. Melihat kondisi ini maka pihak jepang mengganti Kolonel Horei oleh Hoesein Djajadiningrat. Peralihan jabatan inipun ternyata sama, tidak bisa mempengaruhi umat Islam karena Hoesein Djajadiningrat bukan dari gologang ulama yang berpengaruh. Selanjutnya jepang melakukan upaya reorganisasi Shumubu dengan banyak melakukan lobi kepada pimpinan NU yang memang banyak mempengaruhi massa. Akhirnya ketua Shumubu dijabat oleh KH. Hasyim Asy’ari , namun diperjalanan kepemimpinannya ada kebijakan Jepang yang mewajibkan saikerei (penghormatan kearah Tokyo) kepada seluruh rakyat, tidak dilakukan oleh KH. Hasyim Asy’ari sehingga ia menjadi tahanan. Adapun aktivitas harian Shumubu diserahkan kepada wakilnya Wahid Hasyim.
Upaya lain dari Jepang dalam mempolitisasi rakyat Indonesia dengan cara  membentuk wadah baru guna menyalurkan aktivitas mantan pimpinan parpol dan ormas demi kepentingan jepang melalui organisasi 3A (Nippon Pemimpin Asia, Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia) yang diresmikan  pada 29 April 1942 dan dipimpin oleh Shimitzu dan Samsudin (Parindra). Begitu pula upaya Jepang dalam depolitisasi umat Islam Indonesia dengan tujuan untuk mematikan kesadaran politik untuk Indonesia Merdeka.
Berbagai kebijakan politik Jepang atas umat muslim senantiasa mengalami kegagalan oleh karena itu Jepang memberi kelunakan kepada rakyat Indonesia untuk mencitrakan kebaikan Jepang walaupun pada hakikatnya Jepang hanya ingin mengontrol dan memecah kesadaran nasionalis rakyat Indonesia kedalam dua kubu yang bertentanagan yaitu: kubu nasinalis Islam dan kubu nasionalis bukan islam (sekuler). Menyikapi hal ini maka, umat Islam diizinkan menghidupkan kembali Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI) namun dengan menggantikan namanya menjadi Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) November 1943.
Selain itu itu, Jepang juga membangun Mahkamah Tinggi Islam Indonesia (Kaikyoo Kootoo Hooin), Balai Penyelidikan Kebudayaan Islam Indonesia (Kaikyoo Bunka Kenkyuu Zyo), Perpustakaan Kebudayaan Islam Indonesia (Kaikyoo Bunken Syo), Baitul Maal. Upaya ini dilakukan oleh Jepang dengan tujuan mengeksploitasikan potensi umat memecah belah Masyumi dengan Putera (pusat tenaga Rakyat

B.       Cita-Cita MIAI
            Sebagaimana yang dinyatakan oleh  Agussalim Sitompul, bahwa pergerakan umat Islam yang tergabung kedalam MIAI (Majelis Islam Ala Indonesia) tidak bisa diremehkan. Hal ini dikarenakan gerakan MIAI didorong oleh para tokoh muslim Indonesia yang memiliki pengaruh signifikan akan realitas kehidupan umat muslim di Indonesia sehingga mampu menggerakan umat Islam dalam skala massif terkhusus dalam mengerakan umat untuk melawan penjajah.
Walaupun MIAI didirikan pada tahun 1937  peran MIAI dalam kehidupan bangsa Indonesia secara menyeluruh efektifitas gerakan MIAI sebagai front kesatuan islam terjadi pada tahun 1941 yang  menarik empati golongan-golongan Islam yang sebelumnya terpecah kedalam satu kesatuan umat yang berada dalam satu naungan dan doktrin Islam tanpa terpaku oleh hal-hal yang bersifat furu’iyah. Pada masa belanda MIAI menjadi nilai yang sangat diperhitungkan begitupula pada jaman penjajahan Jepang sehingga tidak menjadi sebuah keheranan jika Jepang mengeluarkan peraturan mengenai pelarangan organisasi di Indonesia pada tahun 1942 termasuk MIAI.

C.                                                                                                                Efek Gerakan MIAI
Kendati MIAI pada tanggal 8 maret 1942 dibubarkan oleh Jepang dan pada tahun 1943 Jepang membentuk Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) sebagai kebijakan politiknya terhadap umat islam (Nippon’s Islamic Grass Root Policy)  dalam memfasilitasi ruang pergerakan umat muslim sekaligus upaya control umat islam namun tidak lantas mematikan cita-cita gerakan itu. Pengaruh yang sangat signifikan dari perjuangan MIAI atas Umat Islam di Indonesia Adalah :
1.    Menyadarkan Akan pentingnya persatuan umat Islam dalam menyatukan Bangsa Indonesia.
2.    Meminimalisir rasa Su’ubiyah dikalangan umat muslim di Indonesia
3.    Menjadi ghiroh timbulnya rasa nasionalisme kebangsaan rakyat Indonesia yang timbul dari kesadaran beragama.
4.    Membangkitkan pentingnya politik nasional
5.    Mendorong bangsa Indonesia untuk mempersiapkan sistem ketatanegaraan sebagai langkah awal menuju kemerdekaan.




























BAB IV
DINAMIKA MASA AKHIR PENJAJAHAN BELANDA  DAN MASUKNYA PENJAJAH JEPANG SEBAGAI TUAN BARU SERTA RESPON UMAT ISLAM ATAS PENDUDUKAN JEPANG


A.    Dinamika masa akhir Penjajahan Belanda, awal masuknya Jepang
Pada bulan September 1940, fakta 3 pihak mengesahkan persekutuan Jerman-Jepang-Italia. Perancis dikalahkan oleh Jerman Bulan Juni 1940. Pada bulan September 1940, pemerintah Perancis yang bekersama dengan pihak Jerman memperbolehkan Jepang membangun pangkalan-pangkalan militer di Indochina jajahan Perancis. Ketika itu pemimpin Jepang mulai membicarakan secara terang-terangan tentang pembebasan Indonesia. Di Den Haag, dan sebelum jatuhnya Belanda dan Batavia sesudah itu, Jepang mendesak agar belanda memperbolehkan masuk Indonesia, seperti mereka diperbolehkan di Indochina. Tetapi perundingan itu mengalami kegagalan pada bulan Juni 1941.[18]
Menghadapi perang itu, Jepang melakukan dua langkah. Pertama,  Jepang berusaha menyingkirkan beberapa orang pengacau di Indonesia yang potensial. Januari 1941, pihak kepolisian Belanda menangkap M. Husni Thamrin yang sedang sakit keras dan kritis, karena menjalin hubungan dengan pihak Jepang, bersamaan dengan Douwes Dekker.[19] Sekalipun penangkapan ini menuai protes yang keras dari beberapa organisasi Indonesia, tetapi protes itu tidak berarti apa-apa atau sia-sia. Kedua,masalah pertahanan yang mengusulkan pembentukan volksraat tahun 1914-1918. Usulan pembentukan milisi disahkan, walaupun orang-orang nasionalis berada  Volksraat, berpendapat bahwa seharusnya tidak ada milisi tanpa adanya parlemen penuh.[20] 
Jepang telah berhasil menghancurkan pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Secara resmi penyerahan kekuasaan wilayah Indonesia dari tangan belanda ke pihak jepang dilakukan pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati, Subang, Jawa Barat. Dalam upacara tersebut Sekutu diwakili oleh Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh dan Jenderal Ter Poorten, sedang Jepang diwakili oleh Jenderal Hitoshi Imamura[21]. Titik krusial dari masalah ini dan menjadi pertanyaan bagi kita adalah mengapa belanda menyerahkan wilayah indonesia kepada Jepang dengan tanpa syarat (Kapitilasi)?
Kemudian apa yg terjadi? Kekeuasaan Belanda berada pada saat terakhir. Tanggal 8 Desember 1941, dalam perang Asia Timur Raya, Jepang menyerang Pearl Harbor, Hongkong, dan Malaysia. Penyerangan ini menandakan bahwa perang dunia II sudah mulai. Pada akhir bulan Februari 1942, Jeapang menghancurkan armada gabungan Belanda, Inggris,  Australia, dan Amerika dalam pertempuran di laut Jawa.[22] Dalam peperangan ini, Indonesia pun memberikan sedikit bantuan terhadap pasukan kolonial yang sedang terancam,  bahkan dengan semangat melawan orang-orang sipil dan serdadu Belanda.  Ini terntaya bagian dari rasa kesal orang Indonesia terhadap kolonial Belanda yang telah menjajah dan mengoksploitasi mereka selama ratusan tahun. Sekalipun disisi lain, kehadiran Jepang   memiliki misi yang sama seperti bangsa kolonial lainnya.
Berakhirlah kekuasaan Belanda di Indonesia yang sudah menjajahnya selama 346 tahun, dengan segala kekejamannnya yang diderita segenap bangsa Indonesia tanpa perikemanusiaan. Namun apakah dengan kekelahan Belanda terhadap Jepang akan segera mengahiri penderitaan rakyat Indonesia di bawah pemerintah pendudukan Jepang sejak 8 Maret 1942.[23]?

B.     Respon Umat Islam Indonesia Atas Awal Pendudukan Jepang
Pada tahun 1938 perdana menteri jepang Pangeran Konobe memaklumkan berdirinya Dewan Asia Timur Raya yang akan menjalankan orde baru dalam doktrinnya : lingkungan persemakmuran bersama Asia Timur Raya (ATR). Ajaran Orde baru ini dipropagandakan secara rutin oleh jepang untuk menarik simpati rakyat pribumi bahkan pers-pers lokal karya anak pertiwi yang mau melakukan propaganda tersebut diberi subsidi oleh jepang. Inti dari propaganda itu adalah Negara-negara yang berada dalam kawasan Asia Timur Raya akan mendapat bantuan jepang dan akan dijadikan Negara maju.
Salah satu program yang memperolah empati dari pihak pribumi pada awal penjajahan jepang adalah di bidang pendidikan dimana dalam hal ini para pelajar Indonesia diberi kesempatan untuk mendapatkan beasiswa belajar di jepang dengan alasan untuk kemajuan rakyat pribumi. Terkhusus untuk umat islam sebagai basis pergerakan yang massif dan sangat diperhitungkan, jepang melakukan berusaha menarik perhatian dengan cara mengirim umat islam untuk berhaji ke mekah, di ibu kota Negara jepan, Tokyo didirikan mesjid dan yang paling menarik adalah diadakannya konferensi umat islam di Tokyo[24].
Pada Awal pendudukan Jepang rakyat Indonesia semakin percaya akan eksistensi Jepang sebagai Saviuor (juru selamat) bangsa Indonesia yang akan membebaskannya dari penjajahan belanda, keyakinan akan kemerdekaan rakyat Indonesia ini  ditambah dengan ramalan Joyoboyo yang mengatakan bahwa kemerdekaan semakin dekat setelah menyerahnya belanda kepada jepang[25]. Namun harapan kemerdekaan bangsa Indonesia ini menjadi mimpi di siang bolong setelah peralihan kebijakan jepang yang sangat otoriter di bawah kendali militer jepang.
Banyak respon atau gerakan yang melawan jepang baik secara individu maupun secara massif. MIAI  (Majelis Islam Ala Indonesia) adalah federasi dari organisasi islam yang paling massif terutama pada tahun 1941. Namun dengan ototitas jepang yang militeristik semua gerakan massif termasuk MAIA di Bubarkan pada tahun 1942. Kendati demikian peran umat islam berada pada kendali para ulama yang secara grass root dan terselubung mengadakan pertemuan untuk kemerdekaan Indonesia disamping memanfaatkan fasilitas-fasilitas pemerintahan jepang dalam rangka mempelajari system pemerintahan sebagai upaya persiapan kemerdekaan.








BAB V
KESIMPULAN DAN P E N U T U P

A.      Kesimpulan
1.      Kehadiran MIAI sebagai “induk” organisasi Islam dalam pergulatan politik Nasional sejak di bentuknya pada tahun 1937 di Surabaya, telah menunjukkan eksistensi dan perannya pada masa penjajahan Belanda hingga masuknya Jepang di Indonesia. Sejarah telah mencatat, bahwa organisasi ini mampu merangkul berbagai elemen partai politik Islam, organisasi ulama dan kyai dan payuban lainnya, dalam rangka menyatukan persepsi dalam melanjutkan visi misi untuk memperjuangkan Indonesia merdeka. Sekalipun pada  masa penajajahn Jepang MIAI dibubarkan dan diganti dengan Masyumi. Peran MIAI tidak sederhana karena kehadirannya cukup memberikan ancaman bagi penjajah serta pengaruhnya mampu membangkitkan umat Islam Indonesia.
2.      Pada tahun 1941-1942 basis pemikiran dan pergerakan umat islam Indonesia terakomondasi dalam front kesatuan umat islam yang bernama MIAI. Gerakan ini telah bergerak dinamis dari wacana keagamaan menjadi wacana kenegaraan dalam kontek pembebasan rakyat Indonesia dari tangan penjajah belanda dan Jepang. Disamping itu MIAI mampu menyatukan umat islam dalam satu naungan dan merumuskan visi kedepan umat islam Indonesia.
3.      Peralihan kekuasaan belanda kepada jepang pada tanggal 8 Maret 1941 yang ditandatangani oleh Jendral Ter Poorten. Pada awalnya memberi sinyal positif dan merupakan angin segar bagi bangsa Indonesia, terkhusus umat islam yang pada awal penjajahan jepang banyak diberikan kemudahan. Namun kondisi ini berbalik seratus delapan puluh derajat ketika pergerakan rakyak Indonesia di lumpuhkan jepang dengan frame politiknya Nippon’s Islamic Grass Root Policy. Terkhusus gerakan yang dibangun oleh MIAI sebagai gerakan umat islam yang paling Masif.
B.       Penutup
Dalam makalah ini, penulis sudah berusaha dengan maksimal untuk menyelesaikannya sesuai dengan syarat-syarat keilmiahannya. Saran dan kritik sekaligus diskusi yang konstruktif  sangat penulis harapkan . Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat, terutama bagi penulis  dan kita semua untuk menambah khasanah keilmuan pemikiran dan peradaban Islam.  Amin
DAFTAR  PUSTAKA


 Benda, Harry J. Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia pada Masa Pendudukkan Jepang, diterjemahkan Daniel Dhakidae, (Jakarta, Pustaka Jaya, 1980)

Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Indonesia, (Jakarta, PT. Grafindo Persada, 1996)

Muhaimin, wacana pengembangan pendidikan Islam,  (Jakarta, Pustaka Pelajar, 2004)

Moedjanto, G.  Indonesia Abad Ke-20 : Dari Kebangkitan Nasional Sampai LinggarJati, (Yogyakarta, Kanisius,1998)
Noer, Deliar Gerakan Moderen Islam Di Indonesia 1900-1942, (Jakarta, LP3ES,1994)
Nizar, Syamsul, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta, Kencana, 2007).

Nazir, Moh. Metode Penelitian,  ( Jakarta, Ghalia Indonesia, 2003)

Sitompul,  Agussalim, Usaha-Usaha Mendirikan Negara Islam Pelaksanaan Syariah Islam di Indonesia, (Jakarta, Misaka Galiza, 2008)



WebSite
http://www. dadot.in.com
http://www.readingcomunitifile.wordpress.com.2008.com
http://serbasejarah.wordpress.com20090830kebijakan-politik-islam-jepang.htm













[1] Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Indonesia, (Jakarta, PT. Grafindo Persada, 1996) hlm. 14
[2]Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta, Kencana, 2007) hlm. 296
[3] Muhaimin, wacana pengembangan pendidikan Islam,  (Jakarta, Pustaka Pelajar, 2004) hlm. 45
[4] Agussalim Sitompul, Usaha-Usaha Mendirikan Negara Islam dan Pelaksanaan Syariat Islam di Indonesia, (Jakarta, Misaka Galiza, 2008), hlm. 60
[5] Moh. Nazir, Metode Penelitian,  ( Jakarta, Ghalia Indonesia, 2003), hlm. 47
[6] Sitompul, Usaha-usaha, hlm. 59
[7] ibid
[8] Harry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia pada Masa Pendudukkan Jepang, diterjemahkan Daniel Dhakidae, (Jakarta, Pustaka Jaya, 1980), hlm. 120
[9] Ibid
[10] ibid
[11] Agussalim Sitompul, Usaha-Usaha, hlm 60
[12] http://serbasejarah.wordpress.com20090830 kebijakan-politik-islam-jepang untuk memperkuat hal ini Lihat Sitompul, Agussalim Usaha-Usaha Hlm. 61
[13] Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, 1900-1942, LP3ES, Jakarta, 1994. Hal. 262
[14] Ibid. Hal .263
[15] Dikutif dari Deliar Noer, Gerakan Modern Islam, hal 263
[16]Agussalim Sitompul, Usaha-Usaha,  Hlm. 61-62   
[17] http://serbasejarah.wordpress.com20090830kebijakan-politik-islam-jepang« Biar sejarah yang bicara.htm
[18] Agusalim Sitompul,  Usaha-Usaha, hlm. 64
[19] ibid
[20] ibid
[21]http://www.crayonpedia.org/wiki/index.php?title=Perang_Dunia_II_Di_Asia_dan_Pasifik_Serta_Pendudukan_Militer_Jepang_Di_Indonesia_9.1&action=edit
[22]Ibid, hlm. 65
[23] ibid
[24] G. Moedjanto, Indonesia Abad Ke-20: Dari Kebangkitan Nasional Sampai LinggarJati, (Yogyakarta, Kanisius,1998), hlm. 74-75
[25] Deliar Noer, Gerakan Modern Islam, hlm.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sample Text

Sample text

300 x 250 Ad

Ads 468x60px

Postagens populares

Followers

Sidebar menu